Setiap 100 tahun sekali, dunia tampaknya memiliki catatan tersendiri akan adanya pandemi atau wabah yang menimpa masyarakat luas. Berawal dari pandemi Pes/Sampar (1720), Kolera (1820), Flu Spanyol (1920) hingga pandemi terbaru yang terjadi saat ini yaitu COVID-19 (2020). Menurut World Health Organization, COVID-19 merupakan sejenis penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus baru dan menyerang saluran pernapasan pada tubuh manusia.1 Virus ini pada mulanya terkonfirmasi muncul pertama kali di Wuhan, China dan merebak hampir ke seluruh negara termasuk Indonesia.
Di negeri merah putih ini, kasus COVID-19 pertama kali muncul setelah dua warga Depok, Jawa Barat terinfeksi positif mengidap jenis coronavirus baru tersebut.2 Adanya kabar tak menyenangkan tersebut berdampak pada timbulnya sejumlah kegaduhan di kalangan masyarakat luas. Adapun bentuk dari kegaduhan tersebut misalnya masyarakat Indonesia yang saling berburu produk kesehatan seperti masker, hand sanitizer, dan vitamin hingga menimbulkan kelangkaan di sejumlah daerah sebagai upaya antisipasi terpapar virus COVID-19.
Selain
masyarakat, pemerintah pun tak kalah paniknya dalam menangani pandemi ini.
Demi menekan jumlah kasus yang kian meluas, pemerintah telah menyiapkan
berbagai kebijakan berupa anjuran dan protokol kesehatan. Dari berbagai
kebijakan yang ada, pemerintah berharap agar anjuran dan protokol kesehatan
tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat.
Cuci tangan menjadi salah satu contoh anjuran yang kini tengah ramai dikampanyekan oleh pemerintah. Anjuran ini berisikan mandat kepada masyarakat untuk senantiasa mencuci tangan menggunakan sabun saat sebelum dan sesudah bersalaman dengan orang lain atau menyentuh benda yang dicurigai mengandung virus COVID-19. Menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan, mencuci tangan dengan sabun menjadi salah satu cara terbaik untuk mencegah penularan virus masuk ke dalam tubuh.3
Virus corona bisa dihindari asal mencuci tangan dengan baik (idntimes.com) |
Dalam
sebuah penelitian yang dipublikasikan di Wellcome
Open Research diketahui bahwasanya masyarakat setidaknya diharapkan mencuci
tangan dengan frekuensi enam sampai 10 kali setiap harinya.4 Cuci
tangan yang dilakukan hendaknya dengan menggunakan sabun dalam kurun waktu
minimal 20 detik. Hal ini dilakukan agar virus yang menempel menjadi
benar-benar mati sehingga risiko terpapar menjadi semakin kecil.
Adanya anjuran mencuci tangan yang tengah disemarakkan oleh pemerintah secara nyata telah mendorong antusiasme masyarakat untuk melakukannya. Pasalnya, masyarakat tidak ingin menjadi korban dari keganasan virus COVID-19 yang dapat membuat kehilangan nyawa. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga market research, yaitu Populix terhadap masyarakat Indonesia ditemukan bahwa sebesar 74 persen dari 4.500 responden mengaku jadi lebih sering untuk mencuci tangan di tengah situasi pandemi saat ini.5 Hasil survei tersebut juga menjadi salah satu informasi bahwa masyarakat kini mulai sadar betapa pentingnya mencuci tangan sebagai bagian dari pola perilaku hidup sehat.
Penggunaan air bersih yang berlebih mengancam adanya krisis (99.co) |
Namun tanpa disadari, anjuran mencuci tangan di tengah pandemi saat ini ibarat dua buah mata pisau. Dalam satu sisi, cuci tangan merupakan hal mutlak untuk dilakukan agar terhindar dari paparan virus, namun di sisi lainnya ternyata aktivitas tersebut dapat mengancam kelestarian air bersih. Dengan seringnya masyarakat yang melakukan cuci tangan, maka hal tersebut secara langsung akan berimplikasi pada penggunaan air yang tinggi. Jika penggunaan air tersebut tidak dapat dikontrol dengan baik, maka dikhawatirkan akan membuat jumlah air bersih di muka bumi berada pada kondisi krisis.
Hubungan kausal antara seringnya mencuci tangan yang berdampak pada penggunaan air bersih memang tidak dapat dibantah lagi. Dalam mengatasi fenomena tersebut maka tidak cukup hanya himbauan untuk mencuci tangan saja melainkan juga ajakan untuk menggunakan air dengan bijak. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu solusi jitu dalam penanganan masalah ini agar tidak menimbulkan suatu dilema bagi masyarakat.
Dalam
mengatasi dilema antara hidup sehat di tengah pandemi dan menjaga kelestarian
air di muka bumi, penulis di sini mencoba untuk menggagas sebuah solusi dalam
mengatasi permasalahan tersebut. Adapun solusi yang ditawarkan adalah dengan
menerapkan pola perilaku S.E.H.A.T. Harapannya,
ketika masyarakat menerapkan pola perilaku tersebut dapat membantu melestarikan
air meski harus sering mencuci tangan di tengah pandemi saat ini. Lalu, apa
sebenarnya pola perilaku S.E.H.A.T. itu?
Pola
perilaku S.E.H.A.T. merupakan
serangkaian langkah terpadu dalam menghemat penggunaan air di tengah pandemi
COVID-19. S.E.H.A.T. merupakan
sebuah akronim atau singkatan yang berarti Stay,
Edukasi, Hemat, Adaptasi, dan Tanam. Adapun penjabaran atas
masing-masing kelima langkah tersebut akan dijabarkan pada paragraf
berikut.
Stay at home sebagai langkah preventif terpapar virus corona (blackcountrylep.co.uk) |
Pertama, Stay. Makna dari langkah pertama ini adalah stay at home. Seperti yang diketahui, stay at home merupakan sebuah himbauan dari pemerintah untuk melaksanakan berbagai aktivitas rutin dari rumah saja. Himbauan ini tentu untuk mencegah masyarakat terpapar virus COVID-19 dari lingkungan luar. Selain mampu menjadi langkah preventif, stay at home juga dapat menjadi langkah dalam melestarikan air. Hal ini dikarenakan ketika masyarakat berada di rumah, maka intensitas masyarakat dalam menggunakan air misalnya untuk mencuci tangan akan lebih sedikit. Hal ini dapat terjadi karena masyarakat yang berada di dalam rumah tidak akan bersinggungan dengan lingkungan luar yang bisa saja menjadi potensi penyebaran virus. Dengan begitu, maka masyarakat yang berdiam diri di rumah akan memiliki rasa kekhawatiran lebih sedikit daripada masyarakat yang sering memiliki mobilitas di luar rumah karena tidak perlu mencuci tangan berkali-kali untuk menghindari paparan virus COVID-19 dari lingkungan luar.
Memberikan pengetahuan kepada anak untuk menghemat air (edukasi.kompas.com) |
Kedua, Edukasi. Makna dari langkah kedua ini adalah dengan memberikan pemahaman kepada tiap anggota keluarga. Pemahaman yang diberikan berupa bagaimana mengelola air dengan bijak di tengah pandemi. Dalam momen stay at home saat ini, para orang tua dapat memberikan edukasi secara intens kepada anak tentang bagaimana pentingnya air bagi kehidupan sehingga harus dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar. Dengan diberikan edukasi, maka anak setidaknya dapat memiliki gambaran tentang bagaimana pentingnya air bagi kehidupan manusia sehingga perlu untuk dilestarikan.
Mematikan kran air saat tidak digunakan (mommiesdaily.com) |
Ketiga, Hemat. Makna dari langkah ketiga ini adalah dengan berhati-hati terutama dalam konteks memakai air di rumah. Setelah diberikan edukasi kepada tiap anggota keluarga untuk bijak dalam menggunakan air, maka hal tersebut perlu dipraktikkan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Adapun contoh perilaku hemat dalam menggunakan air di rumah adalah dengan mematikan kran air saat mencuci tangan. Mengapa hal ini perlu dilakukan? Alasannya cukup sederhana, ketika seseorang mencuci tangan selama 20 detik dengan kran air yang terus terbuka, maka air akan terbuang sia-sia dalam jumlah 1,5 – 2 liter.5 Untuk mengatasi pemborosan air tersebut, maka pada saat tangan digosokkan dengan sabun alangkah baiknya kran air ditutup terlebih dahulu. Selain aktivitas mencuci tangan, mandi dalam jangka waktu yang lama dan sering mencuci pakaian sebaiknya juga perlu dihindari agar tidak boros dalam menggunakan air.
Menyiram tanaman dengan air bekas cucian buah dan sayur (topmedia.co.id) |
Keempat, Adaptasi. Makna dari langkah keempat ini adalah penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud adalah dengan membiasakan diri untuk dapat mendaur ulang sisa air yang ada. Dalam kondisi pandemi saat ini, banyak masyarakat yang mengonsumsi buah dan sayur sebagai langkah membentuk imun tubuh dalam melawan virus COVID-19. Tentu agar terhindar dari kuman, bakteri, dan virus yang menempel biasanya masyarakat mencuci buah dan sayur tersebut sebelum dikonsumsi. Dalam proses mencuci buah dan sayur biasanya akan meninggalkan sisa air bekas cucian. Sebaiknya, air bekas cucian tersebut tidak dibuang begitu saja namun dapat dimanfaatkan kembali, misalnya untuk menyiram tanaman. Jadi, masyarakat tidak perlu menggunakan air bersih untuk menyiram tanaman sehingga dapat lebih hemat dalam mengelola air.
Menanam pohon sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan (sehatq.com) |
Kelima, Tanam. Makna dari langkah kelima ini adalah dengan melakukan penanaman pohon di lingkungan sekitar. Bagi masyarakat yang memiliki lahan kosong di sekitar lingkungan tempat tinggal, maka alangkah baiknya lahan tersebut ditanami dengan pohon. Secara tidak langsung, pohon dapat menjadi salah satu upaya dalam melestarikan air karena memiliki fungsi hidrologis, yaitu dapat mengatur tata air di muka bumi. Aktivitas penanaman pohon ini setidaknya dapat diagendakan di tengah pandemi saat ini sebagai alternatif kegiatan bermanfaat di lingkungan tempat tinggal. Namun, bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan untuk menanam pohon, maka dapat mengambil opsi lain yaitu dengan melakukan donasi kepada lembaga non-profit yang bergerak pada konservasi hutan.
Dari berbagai hal yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa adanya pandemi virus COVID-19 saat ini memunculkan adanya himbauan yang sering dikampanyekan secara luas yaitu mencuci tangan menggunakan sabun. Dengan adanya himbauan tersebut, secara tidak langsung kelestarian air menjadi terancam keberadaannya. Dalam situasi saat ini, masyarakat dihadapkan oleh situasi dilema antara hidup sehat dengan sering mencuci tangan dan menjaga air tetap lestari. Dalam mengatasi masalah tersebut, penerapan langkah-langkah yang dikemas dengan sebutan S.E.H.AT. yaitu Stay, Edukasi, Hemat, Adaptasi, dan Tanam diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif solusi untuk menyelamatkan keberadaan air di muka bumi meski saat pandemi.
*Catatan :
Daftar Rujukan :
1 World Health Organiztion. 2020. Pertanyaan dan
jawaban terkait coronavirus. https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public. 28 Mei 2020 (17.46).
2 Saputri, Dessy Suciati dan Nidia Zuraya. 2020. Dua Warga Depok Positif Corona. https://republika.co.id/berita/q6jwk8383/dua-warga-depok-positif-corona. 28 Mei 2020 (18.25).
3 Azanella,
Luthfia Ayu. 2020. Cegah Corona, Cuci
Tangan dengan Sabun Lebih Baik dari Hand Sanitizer. https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/28/180500765/cegah-corona-cuci-tangan-dengan-sabun-lebih-baik-dari-hand-sanitizer. 30 Mei 2020 (07.48).
4 Beale, Sarah, Anne M. Jonhson, Maria Zambon, Andrew C.
Hayward, dan Ellen B. Fragaszy. 2020. Hand
Hygiene Practices and the Risk of Human Coronavirus Infections in UK Community
Cohort. https://wellcomeopenresearch.org/articles/5-98. 30 Mei 2020 (08.16).
5 Pratama,
Rizki Baiquni. 2020. Kebiasaan Baru Orang
Indonesia saat Corona: Rajin Cuci Tangan dan Baca Berita. https://kumparan.com/kumparannews/kebiasaan-baru-orang-indonesia-saat-corona-rajin-cuci-tangan-dan-baca-berita-1tEYnphRUj0/full. 30 Mei 2020 (11.24).
6 UPTD Pengelolaan
Air Bersih Mamuju Tengah. 2020. Pandemi
Virus Corona dapat Menyebabkan Krisis Air, Mari Berhemat dalam Menggunakan Air.
https://uptdpab-mamujutengah.com/berita/pandemi-virus-corona-dapat-menyebabkan-krisis-air-mari-berhemat-dalam-menggunakan-air. 1 Juni 2020 (15:22).
BalasHapusArtikel yang sangat membantu! Terima kasih kak, bisa banget dipraktikkan di kehidupan sehari-hari!
Terima kasih kak sudah berkunjung ke blog saya. Semoga bisa menjadi inspirasi untuk dapat bijak dalam menggunakan air di rumah ya
HapusArtikel yang membantu. S.E.H.A.T akan saya terapkan dilingkungan dan diri saya.
BalasHapusSemoga dapat menginspirasi kakak dan keluarga untuk bijak menggunakan air di rumah ya. Terima kasih sudah berkunjung
HapusSanagat membantu. Terima kasih.
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung, semoga dapat menginspirasi
Hapus